Yogyakarta IDN Times – Seorang perempuan terduduk di sudut panggung serba hitam. Wajahnya menyiratkan kebahagiaan karena ada laki-laki yang mau menerimanya sebagai istri yang telah mempunyai anak sebelumnya.
Dia mengisahkan kebaikan suaminya yang sering mengajaknya berbagi cerita dan menyayangi anaknya. Namun cahaya keceriaan meredup berganti kesedihan karena perubahan sikap suaminya. Suka menempeleng, menjambak rambutnya, dan melontarkan makian kasar.
“Dia ingin aku mati,” ratap perempuan itu. Tubuhnya tertelungkup di atas lantai usai menolak perlakuan kasar suaminya.
Sementara dari arah penonton, suara seorang perempuan melengking. Dia berjalan cepat ke arah panggung.
“Aku ingin semua perempuan punya kebebasan atas pakaiannya sendiri,” teriaknya.
Dia gelisah karena perempuan acap kali mendapat stigma buruk hanya berdasar bentuk pakaian yang dikenakan.
Pertunjukan itu dilakukan oleh Teater Sara Budi dalam peringatan Hari Perdamaian Dunia bertema "Youth Stage for Jogja Full Tolerance" yang diadakan lembaga swadaya masyarakat Solidaritas Perempuan Kinasih di panggung Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (21/9) malam.
Sejumlah perempuan menjadi lakon di panggung itu. Mengisahkan rupa-rupa pengalamannya sebagai perempuan yang mengalami stigma, diskriminasi dan perempuan tak adil dari keluarganya, lingkungannya, negara, juga pasangannya.
Menurut Koordinator Program SP Kinasih, Sana Ullaili pementasan tersebut menjadi media anak-anak muda untuk menyuarakan pentingnya penghargaan terhadap semua perbedaan.
“Demi mendukung dan mengawal Yogyakarta sebagai City of Tolerance untuk Indonesia Full of Tolerance,” kata Sana.
Selain teater, ada juga pementasan grup musik yang bergabung dalam Rona-rona. Ada sembilan kelompok musik yang digawangi anak-anak muda yang berasal berbagai latar belakang etnis, agama, dan gender yang menampilkan masing-masing satu lagu.
Anak muda ini menyuarakan kegelisahan yang sama atas diskriminasi yang dialami lewat lirik-lirik lagu yang diciptakan, seperti We are The Rainbow, Aku Kuasaku, No Racism No Discrimination.
“Ini pengalaman saya yang pernah mendapat ledekan buruk dari teman karena kulit saya cokelat. Meskipun sekedar bercanda, tapi mestinya ada tempatnya,” kata vokalis dari Ambon yang menyanyikan lagu berjudul No Racism No Discrimination bersama kelompok musiknya.