Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Busyro Minta Jokowi Tolak Hasil Seleksi Capim KPK

IDN Times/Tunggul Kumoro
IDN Times/Tunggul Kumoro

Yogyakarta, IDN Times - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas meminta Presiden Joko Widodo menolak hasil seleksi calon pimpinan (capim) KPK.

"(Presiden harus) menolak, karena dihasilkan oleh pansel yang cacat moral," kata ujarnya kala dijumpai di Kantor Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Yogyakarta, Jumat (30/8).

Salah satu bentuk kecacatan moral itu, ditunjukkan dengan sikap panitia seleksi (pansel) yang menolak undangan KPK guna membahas rekam jejak capim.

Padahal, masukan KPK soal rekam jejak capim ini menurut Busyro, teramat penting untuk menentukan sosok yang bersih. Bila pansel enggan memenuhi undangan itu, maka memperkuat bukti bahwa ada masalah integritas dan moral pada mereka.

"Jika hari ini pansel gak mau datang, itu melengkapi bukti bahwa kredibilitas moral, independensi dan keberpihakan pansel secara keseluruhan rontok. Dengan demikian, secara moral putusan yang dibuat oleh pansel, cacat moral. Hasil dari proses seleksi ini, ketika hasil itu cacat moral, memenuhi syarat bagi presiden untuk menolaknya," katanya.

Sewaktu Busyro masih menjabat di KPK, sebenarnya pengecekan rekam jejak ini merupakan proses yang lazim. Bahkan, katanya, dulu Jokowi sendiri yang minta jajaran lembaga antirasuah itu datang ke istana.

1. Banyak nama-nama bermasalah

IDN Times/Teatrika Handiko Putri
IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Busyro di satu sisi juga menyoroti 20 nama yang dinyatakan lolos uji publik. Menurutnya, lebih dari separuhnya, kata dia bermasalah, macam tak melapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) maupun dugaan menerima gratifikasi.

"Lebih dari 10," kata Busyro.

Dari deretan nama-nama itu, kata Busyro berdasar analisis rekan sesama aktivis, beberapa di antaranya terindikasi terlibat operasi intelijen.

"Mirip operasi intelijen. Dan operasi intelijen itu sifatnya senyap, tidak mau transparan. Kalau untuk seleksi, selevel pimpinan KPK, di mana KPK itu independen, prosesnya, proses yang mirip intelijen, itu negara ini sudah dikuasai oleh sistem yang dioperasikan oleh operasi intelijen, rusak negara ini," paparnya.

"Karena ini negara hukum, negara hukum itu demokrasi dan HAM. Demokrasi menuntut transparansi," sambung dia.

Karena memang ahli kerja senyap itulah, pihaknya pun tak bisa menduga-duga intelijen bagian mana yang 'menyusup' itu. Intinya, ada indikasi ke arah sana.

2. Nama-nama yang bersih, malah tersisih

IDN Times/Teatrika Handiko Putri
IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Busyro pun heran, bagaimana nama-nama capim KPK yang sebenarnya steril dari pelbagai permasalahan atau rekam jejak minor malah tak lolos. Dirinya pun menuntut ada evaluasi, bahkan perombakan untuk anggota pansel ini.

"Presiden mengeluarkan Perpres baru untuk seleksi tahapan berikutnya. Dengan catatan, panselnya diganti, atau dievaluasi, dan transparan," tegasnya.

Kemudian, nama-nama yang tersisih kemarin diundang lagi untuk mengikuti proses seleksi ulangan. Karena, mereka masih punya hak jadi capim lagi.

"Jika mereka mau, karena nama-nama itu kita ketahui ada nama-nama yang berintegritas, tidak diloloskan. Berarti tidak fair. Ada yang bermasalah, malah lolos," sebutnya.

3. Jangan dipaksakan kalau memang tak memenuhi syarat

IDN Times/Dhana Kencana
IDN Times/Dhana Kencana

Jika memang tahapan seleksi ini berlanjut, harapan Busyro, pansel masih mau berbenah. Jangan lantas memaksakan meloloskan 10 nama untuk mengikuti fit and proper test oleh DPR seperti yang diminta aturan. Bisa tiga, empat, atau lima, asalkan memenuhi kriteria.

"Ikutilah Komisi Yudisial, dulu Komisi Yudisial ngetes calon hakim agung itu, beberapa kali itu tidak sejumlah yang diminta Undang-Undang maupun MA, karena kualitasnya gak terpenuhi. Sehingga tidak kaya haji itu, pendekatan kuota," katanya.

Dirinya pun beranggapan jika yang melakukan fit and proper test kepada capim KPK lebih baik anggota DPR yang baru atau akan datang, bukan yang sekarang.

"Karena suasana baru, lalu tidak tergesa-gesa. Kalau dipaksakan, justru menimbulkan pertanyaan, ada apa dipaksakan," pungkasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Tunggul Damarjati
EditorTunggul Damarjati
Follow Us